Selasa 05 Oct 2021 16:54 WIB

Ifes Indonesia: Data Pemilih Disabilitas di Indonesia Kacau

KPU diminta membuat pendataan pemilih disabilitas secara faktual.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus raharjo
Pemilih disabilitas dibantu pendamping memasukkan suat suara yang telah dicoblos saat menggunakan hak pilihnya pada Simulasi Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu 2019 di halaman Kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Pemilih disabilitas dibantu pendamping memasukkan suat suara yang telah dicoblos saat menggunakan hak pilihnya pada Simulasi Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu 2019 di halaman Kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajer Program International Foundation for Electoral Systems (IFES) Indonesia, Erni Andriani, mengatakan data pemilih disabilitas di Indonesia masih sangat kacau. Hal ini terlihat dari selisih yang jauh berbeda antara perkiraan jumlah penduduk disabilitas dan banyaknya disabilitas yang menjadi pemilih.

"Mengenai data pemilih disabilitas itu rasanya masih sangat kacau, krusial sekali," ujar Erni dalam webinar pemilu pada Selasa (5/10).

Dia menjelaskan, jumlah penduduk disabilitas di Indonesia sekitar 23 juta orang. Angka ini 10 persen dari total penduduk Tanah Air sebanyak 230 juta. Sementara, berdasarkan data administrasi kependudukan per Juni 2021, penduduk Indonesia sudah lebih dari 272 juta jiwa.

Kemudian, Erni melanjutkan, jika disabilitas yang mempunyai hak pilih sebanyak 60 persen, maka ada sekitar 13,8 juta pemilih disabilitas. Namun, data KPU maupun Bawaslu menunjukkan, jumlah pemilih disabilitas jauh di bawah perkiraan banyaknya pemilih disabilitas.

"Tapi yang banyak menggunakan pemilih tiga juta itu data dari KPU maupun Bawaslu itu sangat jauh dan sangat jauh dari data-data pemilih disabilitas," kata dia.

Menurut Erni, memang permasalahan data disabilitas sangat krusial dan tidak bisa selesai dalam waktu singkat dan mudah seperti membalikkan telapak tangan. Namun, dia berharap, KPU dan Bawaslu membuat pendataan terhadap pemilih disabilitas secara faktual.

"Jangan makin lama makin turun, tapi harus makin lama makin naik. Jadi berarti sistem pendataannya itu betul. Seperti tadi disebutkan di Bawaslu ada 300 pemilih disabilitas itu waduh sudah sama sekali jauh dari data yang ada," jelas Erni.

Dia juga menyoroti, tidak adanya pencantuman keterangan jumlah pemilih disabilitas pada dokumen daftar pemilih tetap (DPT) yang ditempel di setiap tempat pemungutan suara (TPS). Menurutnya, hal ini bisa dilakukan sebagai rangkaian sistem pendataan pemilih disabilitas.

Erni menambahkan, pencatatan ragam pemilih disabilitas juga perlu dibenahi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, terdapat lima kategori disabilitas, yakni fisik, intelektual, mental, sensorik, dan ganda/multi.

Namun, dalam penyelenggaraan pemilu sebelumnya, KPU masih menggunakan kategori tunanetra, tunadaksa, dan cacat lain. Padahal, kata Erni, tidak ada kriteria cacat lain. Dia menyarankan agar KPU setidaknya menggunakan kriteria pemilih disabilitas berdasarkan Undang-Undang.

"Jadi kemarin itu datanya mungkin kacau, karena memang perubahan terminologi tidak bisa cepat berubah," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement